Mental Health

KDP, Kekerasan dalam Pacaran

gaslighting

Abusive relationship mungkin terdengar familiar di telinga kita. Banyak cerita, pemberitaan bahkan mungkin pengalaman kekerasan dalam hubungan tersebut amat dekat dengan kita. Pada tahun 2016 lalu, tercatat sebanyak 2.171 kasus KDP atau kekerasan dalam pacaran. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak kasus kekerasan yang terjadi dalam hubungan pacaran, dan mungkin saja masih ada kasus di luar sana yang belum dilaporkan. Lalu, apa yang perlu kita waspadai agar tidak terjebak dalam kekerasan dalam hubungan pacaran?

***

Abusive relationship atau kekerasan dalam hubungan adalah hubungan yang didalamnya terdapat tindakan kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan ditujukan kepada pasangan. Kekerasan yang dimaksud tidak hanya kekerasan fisik, tetapi juga kekerasan secara emosional, finansial, verbal, maupun seksual. Kekerasan dalam pacaran adalah segala bentuk tindakan yang mempunyai unsur pemaksaan, tekanan, perusakan, dan pelecehan fisik maupun psikologis yang terjadi dalam hubungan pacaran. Tindakan ini dapat dilakukan oleh laki-laki, perempuan, bahkan pada pasangan sejenis seperti gay atau lesbi.

Kekerasan dalam berpacaran ini menjadi masalah yang kerap terjadi di seluruh dunia, khususnya pada setiap pasangan yang menjalin hubungan berpacaran di seluruh dunia. Tahun 2017 lalu, Lembaga Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang menyebutkan bahwa kasus kekerasan dalam berpacaran kebanyakan dialami oleh perempuan. Namun, hal itu tidak menutup kemungkinan bahwa kekerasan dalam berpacaran juga bisa dialami oleh laki-laki. 

Penyebab Kekerasan dalam Berpacaran

Kekerasan dalam berpacaran ini dapat dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya:

Ketidakmampuan dalam Meregulasi Emosi

Kemampuan meregulasi emosi termasuk ketika marah menjadi suatu hal yang penting dalam menjalin hubungan. Kegagalan dalam meregulasi dan mengolah marah nantinya akan berdampak pada toleransi seseorang pada suatu masalah. Ketika seseorang tidak mampu mengelola marah maka ia pun akan mengaburkan toleransi dalam melihat masalah yang terjadi. Akibatnya, dalam hubungan bisa menimbulkan terjadinya perilaku yang agresif hingga terjadi kekerasan.  

Cemburu yang Berlebihan

Misalnya ketika pasangan marah dan cemburu karena kita telah pergi bersama teman lawan jenis. Maka, pasangan melampiaskan kemarahan dan rasa cemburunya dengan beranggapan bahwa Ia pun “berhak” melakukan hal yang sama kepada kita. Hal itu bertujuan agar kita merasakan marah yang cemburu yang “sama” dengan apa yang dirasakan pasangan kepada kita.  

Ketergantungan yang Berlebih pada Pasangan

Seseorang yang memiliki ketergantungan berlebih pada pasangannya bisa menimbulkan kekerasan dalam hubungan. Apalagi ketika tingkat ketergantungan tersebut sudah sampai pada level memanipulasi kehidupan pasangan. Memanipulasi disini misalnya dalam bentuk pembatasan interaksi, kontak, relasi pasangan dengan orang lain atau mengisolasi. Hal ini bertujuan agar kehidupan dan identitas pasangan di luar hubungan menjadi tidak baik sekaligus menumbuhkan rasa ketergantungan yang sama dengan pasangannya. Hubungan yang memiliki ketergantungan seperti ini bisa menjadi awal mula timbulnya perselisihan. Apabila perselisihan tersebut tidak diselesaikan dengan komunikasi yang asertif dan konstruktif maka, dapat berujung pada kekerasan dalam hubungan berpacaran karena kekerasan dalam hubungan ini terjadi seperti siklus yang berulang.

Siklus Kekerasan dalam Berpacaran

Ada siklus yang terjadi pada saat dan sesudah kekerasan dalam hubungan berpacaran itu terjadi, antara lain:

  1. Tension Building (Fase Ketegangan), dimana pada fase ini terjadi ketegangan, tekanan, serta kekacauan dalam hubungan dan pihak yang mengalami kekerasan masih mampu untuk mengatasi situasi tersebut.
  2. Acute Battering Incident (Fase Terjadi Kekerasan), dimana pada fase ini ketegangan, tekanan, kekacauan, dan masalah dalam hubungan berpacaran meningkat hingga salah satu pihak dominan meledak dan mulai melakukan kekerasan (seperti: kekerasan fisik, pemukulan, pemberian ancaman, pemaksaan, dan lain sebagainya) kepada pihak korban.
  3. Loving-contrition (Fase Penyesalan dan Permintaan Maaf), dimana pada fase ini ketegangan, tekanan, dan kekacauan berkurang. Pihak dominan merasa menyesal, menjadi penuh kasih sayang, dan murah hati yang membuat pihak korban menjadi percaya bahwa perubahan itu permanen. Hal yang perlu diketahui adalah siklus ini akan terus berulang apabila kedua belah pihak menyelesaikan konflik dengan cara yang sama.

Bagaimana Mewaspadai Timbulnya Kekerasan dalam Hubungan Berpacaran?

Ada baiknya bagi kita untuk terus mengedukasi diri dalam usaha mencegah terjadinya segala bentuk kekerasan yang terjadi selama menjalin hubungan terutama hubungan pacaran. Berikut adalah cara yang bisa dilakukan untuk mencegah tindakan kekerasan dalam hubungan berpacaran:

  1. Mengetahui bahwa setiap perempuan dan laki-laki memiliki hak yang sama untuk menetapkan batasan yang perlu dihormati
  2. Mempertimbangkan dan memikirkan konsekuensi yang terjadi apabila kekerasan dilakukan
  3. Bersikap hati-hati dan waspada dimanapun dan kapanpun sewaktu bersama pasangan
  4. Membuat beberapa strategi yang akan mengarahkan diri sendiri pada kemandirian, sehingga tidak lagi terlalu bergantung pada pasangan
  5. Untuk perempuan, berani mengatakan “tidak” apabila ada hal-hal yang tidak sesuai dengan diri sendiri
  6. Apabila tindak kekerasan ini telah terjadi, segera laporkan kepada orang tua atau pihak yang berwajib

***

Menjalin hubungan memang menjadi dambaan bagi beberapa orang. Namun, ketika hubungan yang berawal dengan cinta kasih yang begitu dalam kemudian berujung pada tindakan kekerasan, maka itu bisa menjadi tanda bagi kita untuk mengevaluasi kualitas hubungan kita. Apakah hubungan yang seperti ini yang kita dambakan? Sudah saatnya bagi kita untuk mulai sadar terhadap hubungan apa yang sedang kita jalani. Sudah saatnya bagi kita untuk mengembalikan esensi menjalin hubungan ke tempat terbaiknya, yaitu berbagi cinta dan kasih dengan sesama. Semoga semua manusia berbahagia!

Artikel ini ditulis oleh Azzhara Owena Livia untuk pijarpsikologi.org

Baca juga: https://sehatitulifestyle.com/2020/08/01/fobia-dan-mental-manusia/

Yuk follow sehatitulifestyle di instagram https://www.instagram.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *